Selasa, 09 Juni 2009

kutipan ringkasan kitab Manhaj Haraki

  I. Pendahuluan
Artikel ini merupakan bagian pertama dari serial ringkasan kitab Manhaj Haraki: Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam Sirah Nabi SAW. Kitab ini adalah salah satu karya besar Syaikh Munir Muhammad Ghadban, seorang tokoh pergerakan yang juga dosen di Universitas Ummul Qura’ Saudi Arabia dan Jami’ah Al Iman Yaman. Kitab Manhaj Haraki ini mempertautkan berbagai peristiwa di masa Nabi SAW dengan kejadian mutakhir yang dihadapi oleh gerakan Islam kontemporer. Tahap demi tahap dikupas dengan memikat, lalu diproyeksikan dalam iklim da’wah Islam saat ini.
Kitab ini, selain memberikan gambaran peristiwa di zaman Nabi SAW yang dikaitkan dengan kondisi da’wah Islam kontemporer, juga menyajikan sisi lain pengalaman penulis yang sudah malang melintang di dunia da’wah Islam kontemporer. Sisi lain inilah yang membuat kitab ini lebih hidup, bukan sekedar menyajikan “keasyikan intelektual” belaka.
II. Sejarah Perjuangan Nabi dan Relevansinya Dalam Da’wah Islam
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi mereka yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yusuf : 111).
Penderitaan bangsa-bangsa di dunia sekarang ini, bukan sekedar disebabkan karena tidak bisa memanfaatkan sumber daya alam mereka. Yang lebih parah lagi adalah karena mereka tidak punya kebanggan masa lalu. Bangsa seperti ini tidak memiliki motivasi untuk bangkit dan memperbaiki nasibnya. Akhirnya, jiwa budak dan peran pelengkap penderita akan membelenggu mereka.
Umat Islam sebenarnya memiliki sejarah peradaban masa lalu yang sangat agung. Terutama perjalanan sejarah Nabi SAW yang penuh berkah dan hikmah. Kebanggaan terhadap Islam dan sejarahnya, saat ini merosot drastis karena imperialisme barat yang menjauhkan umat dari sejarah masa lalunya dan menanamkan kebangaan jahiliyah terhadap generasi mudanya.
Tiga buah kajian yang sering dikaji di masyarakat Indonesia umumnya berkisar tentang aqidah, fiqih dan akhlak. Kajian aqidah membahas tentang hubungan manusia kepada Rabb-nya dan menyadarkan kewajiban selaku hamba di depan Penciptanya. Kajian fiqih umumnya membahas masalah ibadah dan hal-hal yang terkait dengannya. Kajian akhlak berorientasi tasawuf. Kendati ada pembahasan bentuk-bentuk akhlak yang sederhana (sesuai Sunnah), tetapi jumlahnya amat jarang.

Namun demikian, ada mata rantai yang terputus. Ketiga kajian ini jelas kekurangan satu hal pokok, yakni “mata rantai yang menghubungkan mereka dengan Rasulullah, bahkan dengan nabi-nabi sebelumnya.” Ini disebabkan karena kurangnya kajian tentang sejarah perjuangan Nabi SAW dan sejarah Islam yang berdasarkan kesadaran ilmiah. Padahal saat sirah Nabi SAW dikaji, umat Islam akan mewarisi semangat masa lampau Islam yang sangat kaya dan menumbuhkan militansi. Putusnya mereka dengan sirah Nabi memunculkan lemahnya ghirah (semangat) dan ruhul jihad (ruh perjuangan).
Beberapa keutamaan mengkaji sirah Nabi SAW antara lain :
1. Sirah menjadi modal utama kebangkitan umat Islam
Pemahaman dan penghayatan sejarah masa lampau adalah sebuah kemestian bagi pembangunan suatu umat. Tatkala Allah mengutus Nabi Musa a.s. kepada Bani Israil yang telah sangat lemah mentalnya dan rusak kepribadiannya, Allah membekali dengan suatu perintah,
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang yang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain.”
(Al Ma’idah: 20)
Pesan ini merupakan jawaban atas kondisi Bani Israil saat itu yang telah melupakan sejarah bangsanya dan merasa diri mereka sebagai bangsa budak yang selalu terbelenggu dan lupa terhadap keistimewaan-keistimewaan mereka yang tidak terdapat pada bangsa-bangsa lain. Dengan modal penggalian sejarah inilah, Nabi Musa hendak mengangkat harkat dan derajat Bani Israil.
2. Sirah menjadi modal utama para da’i untuk meneguhkan hati (tsabat)
“Dan, semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud: 120).
Tema ayat ini sekaligus menjadi tujuan utama memahami sejarah Nabi SAW. Dari ayat itu, nyata bahwa untuk Rasulullah kisah-kisah yang Allah ungkapkan itu memiliki fungsi yang besar, di antaranya “Ma nutsabbitu bihi fuadak” (apa yang dengannya kami perkuat hatimu). Lalu timbul pertanyaan, mengapa seringkali orang tidak mendapatkan tsabat itu. Sebabnya, ia tidak berada dalam suatu gelombang yang sama dengan Rasulullah dan para sahabat. Kalau sirah ini diibaratkan sebagai suatu seader (pesawat pemancar)siarannya akan ditangkap baik apabila kita memasang gelombang yang sama di receiver (pesawat penerima).
3. Sirah Nabi SAW adalah prototipe nyata untuk da’wah Islam modern

Sirah Nabi SAW adalah sejarah yang terukur kadar ilmiahnya dan menjadi prototipe nyata untuk da’wah Islam modern. Islam memiliki keistimewaan yang menjadikannya berbeda dari agama lain, yakni kadar ilmiah risalahnya yang terjamin dan terpercaya. Sunnah dan hadits adalah suatu keistimewaan yang luar biasa karena data melalui alur ilmiah yang terpercaya dan pasti. Nash-nash ini hendaknya diceritakan pula oleh da’i yang juga mujahid, yang tidak menghilangkan semangat perjuangan dari sejarah Nabi SAW. Sebabnya adalah, mereka tidak hanya beribadah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, namun juga hidup dan berjuang sebagaimana yang Rasulullah lakukan. Maka, sirah Nabi SAW adalah sebuah keniscayaan khas bagi umat yang senantiasa menegakkan risalah Islam.
Maraji’ :
Kata pengantar Kitab Manhaj Haraki Jilid 1 oleh K.H. Rahmat Abdullah, Penerbit Robbani Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
seseorang yang melihat diri sendiri dengan begitu indahnya